Rabu, 16 Februari 2011

Mekanika Benda Langit ( Pengayaan )

Mekanika Benda Langit (Part I)

Sebelum berbicara tentang MBL ini, ada baiknya kita semua mengetahui dulu sifat fisis dari elips.
Di mana :
  • a = setengah sumbu panjang elips (semi-major axis)
  • b = setengah sumbu pendek elips (semi-minor axis)
  • c = jarak fokus elips (focal length)
  • f = titik fokus elips (foci)
Perhatikan bahwa elips mempunyai 2 buah titik fokus.
Hubungan-hubungan yang berlaku di antara besaran-besaran di atas adalah
e = c/a


di mana : e = eksentrisitas elips. Eksentrisitas adalah ukuran kelengkungan sebuah elips. Nilainya ada di antara 0 dan 1 (0 < e < 1).
Lintasan benda-benda langit (dalam hal ini kita batasi saja dulu, lintasan planet-planet dalam tata surya kita), kebanyakan berbentuk elips, walaupun sebenarnya orbitnya hampir menyerupai lingkaran (dikarenakan oleh eksentrisitas yang cukup kecil, mendekati 0, hanya untuk planet-planet yang cukup dekat dengan matahari). Orbit Bumi mengelilingi matahari, misalkan, mempunyai eksentrisitas 0.0167. Sedangkan Komet Halley, mempunyai orbit yang sangat lonjong, eksentrisitasnya 0,967 (nyaris parabola). Karena itu, untuk orbit-orbit yang eksentrisitasnya sangat kecil, untuk mempermudah persoalan, biasanya akan diasumsikan orbit benda yang dimaksud berbentuk lingkaran (e = 0).
Dari sifat fisis elips di atas, kita melihat bahwa elips mempunyai 2 titik fokus. Lalu apakah mataharinya ada 2? Tidak. Matahari ada pada salah satu titik fokus dari elips tersebut. Ini adalah salah satu bunyi dari Hukum Kepler Pertama, “Planet mengorbit matahari dengan lintasan yang berbentuk elips dengan matahari terletak pada salah satu titik fokus elips”. Konsekuensinya, pada saat tertentu, planet akan mempunyai jarak yang terdekat dengan matahari, dan juga ada saatnya planet berada pada jarak terjauhnya dari matahari. Keadaan ini disebut perihelion (untuk jarak terdekat dari matahari) dan aphelion (untuk jarak terjauh dari matahari). Keadaan ini juga memiliki konsekuensi. Sesuai dengan aturan kekekalan momentum sudut (mvr = konstan), maka kecepatan planet mengorbit planet tidaklah sama pada setiap saat. Ketika planet ada di perihelion, maka kecepatannya akan maksimum (karena r-nya minimum) dan ketika planet ada di aphelion, maka kecepatannya akan minimum (karena r-nya maksimum).
Kepler merumuskan 3 hukumnya dari data-data pengamatan gerak benda langit oleh seseorang yang bernama Tycho Brahe. Hukum Kepler pertama sudah tertulis di atas. Hukum Kepler yang kedua menjelaskan bahwa untuk selang waktu yang sama, planet menyapu luas juring yang sama. Konsekuensinya, pada perihelion planet akan mempunyai kecepatan orbit yang paling besar dan pada aphelion planet akan mempunyai kecepatan orbit yang paling kecil. Hukum Kepler yang ketiga menjelaskan bahwa perbandingan dari kuadrat periode orbit dengan pangkat tiga dari jari-jari orbit adalah sama untuk semua planet. Hukum Kepler ketiga sering dinamakan hukum harmonis.
Mekanika benda langit prinsipnya adalah sama seperti mekanika benda biasa, hanya bedanya, mekanika benda langit sebagian besar akan membahas gerak benda langit yang melingkar (orbit lingkaran/elips). Jadi akan sangat jarang kita menggunakan rumus mekanika biasa untuk menyelesaikan masalah tentang gerak benda langit, rumus-rumus yang akan banyak dipakai adalah tentang gravitasi, mekanika gerak melingkar, hukum kekekalan energi dan kekekalan momentum sudut. Kebanyakan permasalahan MBL diselesaikan dengan kombinasi keempat hukum tersebut.

Eksentrisitas Orbit

Dalam astrodinamik, dengan asumsi standar, setiap orbit harus mempunyai bentuk irisan kerucut. Eksentrisitas pada irisan kerucut ini, yang juga dikenal sebagai eksentrisitas orbit, merupakan sebuah parameter penting pada orbit untuk menentukan bentuk aslinya. Eksentrisitas bisa diartikan sebagai ukuran berapa deviasinya terhadap bentuk lingkaran.

Pada asumsi standar, harga eksentrisitas (e):
  • untuk orbit lingkaran: e = 0
  • untuk orbit elips : 0<1
  • untuk parabola : e = 1
  • untuk hiperbola : e > 1
Eksentrisitas orbit dapat dihitung:

e = |e|

e = vektor eksentrisitas

untuk orbit berbentuk elips, dapat dihitung dengan menggunakan apoapsis dan periapsis:

e = (ra-rp)/(ra+rp)

= 1 - (2/[(ra/rp) + 1])

dimana :

ra = radius pada apoapsis (titik terjauh)
rp = radius pada periapsis (titik terdekat)

atau juga bisa dicari dengan :


dengan h adalah momentum angular dari orbit. (h bisa didefinisikan sebagai r x v)

Bagaimana cara menentukan perihelium dan aphelium suatu planet?

Rumusnya adalah :
Ra = a ( 1 + e)
Rp = a ( 1 - e )

dimana rumus di atas adalah rumus untuk menentukan nilai ekstrim jarak suatu planet terhadap matahari. Ra adalah nilai ekstrim jarak suatu planet saat berada pada titik terjauh dengan matahari (aphelium) dan Rp adalah nilai ekstrim jarak suatu planet terhadap matahari pada titik terdekat dari matahari (perihelium) dimana a adalah jarak setengah sumbu panjang planet dengan matahari dan e adalah eksentrisitas orbit planet atau yang sering disebut setengah sumbu orbit.

Perlu diingat,, adanya titik terjauh dan terdekat ini karena orbit planet tidaklah bulat sepenuhnya, melainkan berbentuk elips.

materi referensi:

Buku Menuju Olimpiade Astronomi
Makalah Suryadi Siregar (FMIPA-ITB)

Catatan :
Materi ini diberikan pada pertemuan MGMP Guru Geografi SMA se Kabupaten Bojonegoro, sebagai materi pengayaan pada tanggal 11 Maret 2010,
oleh Dra Sri Restu Wahyuningsih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Komentar disini tentang tulisan diatas, Trims

STUDY LAPANGAN MGMP GEOGRAFI SMA KAB. BOJONEGORO KE KAWASAN MADURA

Pagi itu jam telah menunjukkan pukul 05.00 tepat, 13 orang peserta MGMP Geografi SMA se Kab. Bojonegoro berangkat dari Sekretariat MGMP Geog...